KOMITMEN UNTUK JPIC, SELALU BUTUH KREATIVITAS DAN INISIATIF BARU

 

Dr. Paul Budi Kleden, SVD

(Superior General SVD & Wakil Presiden Vivat International)

Pertama-tama, atas nama Presiden VIVAT International, saya ucapkan kepada kita semua, para anggota, pendukung dan sahabat VIVAT International, proficiat, selamat atas usia 20 tahun. Saya juga sampaikan banyak terima kasih untuk semua inisiatif, kerja dan keterlibatan dalam menanggapi isu-isu yang relevan untuk VIVAT, supaya, seperti yang terungkap dalam nama VIVAT, dia hidup, dia, manusia, terutama yang miskin dan terpinggirkan, dia, kelompok masyarakat yang hak-haknya ditindas atas nama pembangunan, superioritas kebudayaan atau fundalisme agama, dia, alam yang kita huni sebagai rumah kita bersama. VIVAT hanya dapat bertahan hidup karena Anda semua yang di akar rumput berkontribusi untuk mengasupi lembaga ini dengan informasi dan laporan-laporan yang dibutuhkan oleh kedua kantor VIVAT. Terima kasih untuk inisiatif mengisi perayaan ulang tahun VIVAT dengan berbagai kegiatan, termasuk seminar on-line ini. Ucapan selamat dan terima kasih ini disertai dengan ajakan untuk terus berkarya agar VIVAT sendiri dapat VIVAT, dapat hidup, karena VIVAT diperlukan demi perubahan sistemik bagi kehidupan yang berkualitas bagi manusia dan alam.

Demi keberlangsungan VIVAT, pada kesempatan seminar ini saya hendak berbicara mengenai kebutuhan akan kreativitas dan inisiatif baru untuk mengusung komitment JPIC. Pada bagian kedua saya akan berbicara mengenai beberapa tantangan yang dihadapi VIVAT Internasional ke depan.

Komitmen untuk JPIC selalu butuh kreativitas dan inisiatif baru

Saya yakin, Tuhan agama-agama, termasuk agama-agama tradisional, adalah Tuhan yang mempunyai kepedulian terhadap situasi kaum tertindas di tengah masyarakat. Di dalam tradisi Yahudi Kristen hal ini menjadi amat jelas dalam inisiatif Tuhan untuk membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Mesir, dalam kecaman pedas para nabi yang berbicara atas nama Allah menentang para penguasa yang menindas warganya, dalam aturan seperti tentang Tahun Yobel yang memberi waktu istirahat bagi bumi yang akan kehilangan keseimbangan apabila dipaksa terus-menerus untuk menyediakan apa yang dibutuhkan manusia. Bagi orang Kristen keberpihakan ini menemukan titik puncaknya dalam diri Yesus dari Nazareth, yang mengidentifikasi diri sebagai kaum terpinggirkan, yang menjadikan kepedulian terhadap kelompok yang lemah dan menderita sebagai tolok ukur kualitas kedekatan seseorang dengan Allah. Gereja pun meneruskan panggilan dan keyakinan yang sama. Sepanjang sejarahnya Gereja dipenuhi dengan seruan, ajaran dan contoh hidup tentang bagaimana menghayati komitmen kepada bumi dan manusia. Semuanya itu penting untuk melawan godaan laten menjalin koalisi dengan penguasa politik, ekonomi dan budaya yang tidak peka terhadap penderitaan dan masa bodo terhadap para penderita. Untuk Gereja Katolik, rumusan pengakuan yang puitis dan inspiratif dari Gaudium et Spes, bahwa kegembiraan dan harapan, serta duka dan kecemasan umat manusia adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para pengikut Kristus, mendorong banyak inisiatif. Misalnya, pada tahun 1967 Paus Paulus VI membentuk Dewan Keadilan dan Perdamaian, dan wakil sekretaris eksekutif pertama dari dewan ini adalah mantan Superior General SVD, Pater Yohannes Schuette. Kita tahu, beberapa waktu lalu komisi ini dilebur ke dalam Dikasteri Promosi Perkembangan Manusiawi Integral.

Kongregasi-kongregasi kita yang tergabung di dalam VIVAT maupun kongregrasi-kongregasi yang lain pun mempunyai sejarah panjang komitmen JPIC. Demikian pun dengan SSpS dan SVD. Kedua kongregasi yang didirikan Arnold Janssen ini sadar bahwa tanggapan atas masalah ketidakadilan terhadap manusia dan kekerasan terhadap alam tidak cukup hanya dalam bentuk tindakan karitatif dan aksi-aksi sporadis. Sebab itu, dalam sidang bersama kedua dewan jenderal SSpS dan SVD pada Juli 2000 diambil keputusan final untuk memulai VIVAT Internasional sebagai LSM bersama kedua kongregasi. Pada 18 November 2000 VIVAT Internasional secara resmi dibentuk. Dalam surat bersama dari Pimpinan Umum SSpS dan SVD kepada Suster Pemimpin Umum SSpSAP ditulis bahwa diskusi untuk memulai lembaga seperti ini sudah dimulai lima tahun sebelumnya. Diperlukan waktu lama untuk sampai pada keputusan final.

Di dalam surat yang sama disebutkan tiga alasan mengapa inisiatif untuk JPIC ini mesti berbentuk sebuah LSM yang terakreditasi di PBB. Pertama, agar terbentuk jejaringan keadilan dan iman yang dapat memfasilitasi tanggapan kita sebagai serikat religius terhadap kebutuhan aktual, terutama dalam kaitan dengan upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang berdampak pada kelompok-kelompok dampingan kita. Kedua, LSM ini diharapkan membantu kita untuk mendapatkan informasi-informasi yang relevan agar kita dapat memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang apa yang sedang terjadi dewasa ini dan bagaimana kita dapat berkontribusi untuk membangun masa depan yang lebih baik. Kehadiran LSM ini di PBB sejatinya dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang kekuatan-kekuatan mana yang sepatutnya kita dukung dan yang mana yang mesti lawan kalau kita hendak berkontribusi bagi transformasi masyarakat. Ketiga, supaya kita dapat berkontribusi dalam diskusi-diskusi antara LSM-LSM yang ada di PBB.

Sekarang, dua puluh tahun kemudian, ketiga alasan ini masih tetap penting dan berlaku. Dalam perjalanan waktu, VIVAT membuka pintu untuk menerima kongregasi-kongregasi lain menjadi anggotanya. Ini terjadi karena kita yakin bahwa jejaring adalah niscaya untuk membentuk kekuatan lebih besar, dan bahwa kalau masing-masing harus membentuk LSM sendiri, terlampau banyak tenaga dan uang yang harus dikucurkan untuk urusan administrasi. Sekarang ada 12 kongregasi terhitung sebagai anggota. Keanggotaan terbagi ke dalam kelompok: anggota pendiri, anggota tetap, anggota yang terasosiasi. Selain itu, untuk lebih cepat dan efektif menanggapi persoalan-persoalan konkret di negara-negara, sejak 2010 mulai terbentuk cabang-cabang nasional. Sampai sekarang sudah ada 7 cabang nasional. Cabang nasional Indonesia adalah yang pertama dan salah satu dari yang sangat aktif. Proficiat dan terima kasih untuk itu. Selain cabang nasional yang mempunyai statuta, ada juga bentuk kerjasama lebih longgar yang disebut kelompok nasional. Sekarang ada 5 kelompok nasional. Beberapa di antaranya berfungsi cukup baik, yang lain masih membutuhkan hembusan nafas baru.

VIVAT, „semoga dia hidup“, harus ditandai oleh hukum dasar kehidupan, yaitu berubah, tentu bukan supaya ada perubahan, tetapi supaya lebih tanggap terhadap situasi, lebih kontekstual dalam merealisasikan visinya. Dalam rangka aggiornamento ini maka tahun lalu, 2019, VIVAT membuat sebuah evaluasi yang menyeluruh dengan melibatkan banyak pihak. Banyak usulan lahir dari evaluasi tersebut. Untuk menindaklanjuti usulan-usulan tersebut, VIVAT Board of Directors membentuk beberapa Komsi Ad Hoc yang diharapkan memberikan masukan konkret kepada Board agar diputuskan. Sekali lagi, harapan kita adalah supaya dengan ini VIVAT sungguh menjadi lebih hidup demi memperjuangkan hidup terutama bagi kaum yang terpinggirkan dan keberlangsungan lingkungan hidup. Harapan saya, agar keterbukaan seperti ini ada pada VIVAT Indo-Leste.

Beberapa tantangan ke depan

Tantangan struktural dari VIVAT diharapkan dapat dijawab dengan proses evaluasi dan follow up-nya yang sedang berlangsung. Selain itu, saya melihat beberapa tantangan fundamental berikut yang memerlukan kreativitas ekstra dari VIVAT Internasional.

Yang pertama, soal pluralitas kongregasi-kongregasi yang menjadi anggota. Berbeda dari LSM religius lain seperti Fransiscan International atau Dominican Family yang memiliki basis spiritualitas dan struktur yang sama, VIVAT, seperti juga Anima di New York, terdiri dari kongregasi-kongregasi yang amat bervariasi. Yang mempersatukan kita adalah komitmen yang sama untuk perjuangkan persoalan seputar JPIC tidak hanya melalui karya-karya karitatif sporadik tetapi advokasi demi perubahan sistem. Fransiscan International dan Dominican Family tidak hanya bekerjasama dalam urusan JPIC, tetapi juga dalam beberapa bidang lain, seperti spiritualitas dan formasi. Keberagaman spiritualitas kongregasi-kongregasi anggota VIVAT adalah sebuah kekayaan, yang dapat memperat kerjasama kita apabila kita menciptakan forum untuk memperkenalkan spiritualitas tersebut. Selalu dikatakan bahwa JPIC bukan sekadar sebuah medan pelayanan, tetapi merupakan gaya hidup, yang berakar pada spiritualitas kongregasi-kongregasi kita. Saya yakin, tanpa keberakaran yang kuat pada spiritulitas, komitmen untuk JPIC, termasuk untuk VIVAT, akan mudah pudar. Sebab itu, kerjasama kita dapat semakin kuat, apabila kita dapat saling berbagi bagaimana komitmen ini lahir dari akar spiritulialitas kita.

Yang kedua, soal pemahaman dan keyakinan akan perlunya advokasi. Dukungan para anggota di basis terhadap VIVAT amat ditentukan oleh pemahaman dan keyakinan akan perlunya kerja advokasi di PBB. Saya tidak tahu persis, tetapi saya menduga bahwa masih banyak dari para anggota kita kurang memiliki pemahaman dan kurang yakin akan hal ini. Pertanyaan yang sering para anggota dewan jendral dengar kalau membuat visitasi dan berbicara tentang VIVAT adalah: apa yang VIVAT buat, apakah kita sungguh memerlukan lembaga seperti ini. Kita cendrung ingin melihat hasil yang langsung dari intervensi kita. Kalau memberi orang makan, orang langsung kenyang dan menyampaikan terima kasih. Kalau membantu membayar biaya rumah sakit seseorang, kita dapat melihat bahwa orang itu dirawat di rumah sakit. Tetapi perubahan sistemik jauh lebih kompleks dan perlu waktu yang lama. Untuk meyakinkan orang akan perlunya VIVAT, amat sering kita ceriterakan apa yang disebut success stories, seperti soal penanganan soal tambang di Manggarai. Tetapi berapa banyak kisah sukses yang dapat kita ceritakan? Sebab itu, program yang baik untuk menanamkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya advokasi, dengan konsekuensi minimnya success stories, perlu digalakkan. Salah satu pintu masuk yang penting adalah selama masa formasi dasar para calon dan para anggota muda kita. JPIC, termasuk VIVAT perlu menjadi bagian dari formasi dasar kita.

Hal ketiga terkait dengan informasi dan komunikasi. VIVAT adalah wadah yang menghubungkan akar rumput dan pusat-pusat pengambilan keputusan internasional. Untuk itu, informasi dan komunikasi adalah hal sentral. Keluhan utama dari mereka yang bekerja di sekretariat kita adalah sulitnya mendapatkan laporan dari akar rumput. Ini bukan karena tidak ada aktivitas yang dilakukan, tetapi karena orang tidak suka dan tidak biasa menyampaikan apa yang kita lakukan. Namun, kalau yang dipertaruhkan adalah kepentingan orang-orang miskin dan tertindas atau keutuhan lingkungan hidup kita, maka persoalannya bukanlah suka atau tidak suka, terbiasa atau tidak terbiasa. Jika misi ini sungguh menjiwai hidup kita, maka kita membentuk kebiasaan baru demi terwujudnya misi kita. Salah satu „New normal“ untuk kita dalam VIVAT adalah membiasakan diri mengirim dan meneruskan informasi dan berkomunikasi demi opsi kita bagi kaum tertindas dan alam kita.

Penutup

Seminar virtual ini adalah tanda bahwa VIVAT Indo-Leste hidup, ambil inisitiaf untuk berbuat sesuatu yang berguna untuk memberi makna pada perayaan 20 tahun VIVAT Internasiona. Saya mengapresiasi inisitiaf ini, dan mengucapkan Selamat Berseminar. Kiranya kegiatan ini memberi asupan energi dan entusiasme bagi VIVAT Indo-Leste untuk terus hidup demi saudara-saudari kita yang ada di luar jangkauan radar para penguasa, dan alam lingkungan yang dieksploitasi.

*Sambutan dalam Seminar Peringatan 20 Tahun Vivat International oleh Vivat Indo-leste